Kebangkitan Tim MPL ID: Siap Tantang Dominasi Filipina di ESL Challenge Final

Setelah sempat dipandang sebelah mata usai kegagalan di MSC 2024, tim-tim Mobile Legends Professional League Indonesia (MPL ID) kembali menunjukkan taringnya. Hasil buruk yang diraih EVOS dan ONIC di MSC menjadi pukulan telak, bukan hanya bagi kedua tim tersebut, tetapi juga bagi seluruh ekosistem MPL ID.

Seiring berjalannya waktu, perkembangan signifikan mulai terlihat. Dominasi ONIC ID di MPL Season 14 akhirnya terpatahkan, Team Liquid ID (TLID) muncul sebagai juara baru, dan RRQ Hoshi berhasil kembali ke panggung M Series. TLID bahkan sukses mencapai grand final M6, meskipun akhirnya harus mengakui keunggulan tim Filipina.

Setelah melewati bursa transfer dan libur kompetisi, ESL Challenge Final menjadi ajang pemanasan sebelum dimulainya musim baru MPL. Lima tim Indonesia, yakni TLID, Bigetron Esports, EVOS Holy, RRQ Hoshi, dan ONIC ID, diharapkan mampu bersinar di turnamen ini.

Namun, pesaing utama dari Filipina tetap menunjukkan dominasinya. Falcons PH, yang kini diperkuat oleh eks roster BREN Esports, sukses mengalahkan ONIC ID dan EVOS Holy dengan skor tipis 2-1 di hari pertama. Menariknya, EVOS sebenarnya memiliki peluang besar untuk menang, tetapi kesalahan kecil membuat Falcons PH mampu membalikkan keadaan.

Mid laner veteran Falcons PH, Pheww, memberikan pandangannya terhadap kekuatan tim MPL ID di tahun 2025. “Saya pikir semua tim kini lebih berkembang, terutama tim Indonesia,” ujarnya. Ia juga menegaskan bahwa dalam sesi scrim, tim-tim Indonesia sering kali memberikan perlawanan sengit dan bahkan membuat Falcons PH kesulitan.

Namun, performa di scrim tidak selalu mencerminkan hasil di turnamen resmi. Tim Filipina dikenal lebih fokus pada eksperimen strategi saat scrim dibandingkan mengejar kemenangan. Kini, tantangan sesungguhnya bagi tim-tim MPL ID adalah membuktikan bahwa mereka tidak hanya kuat di scrim, tetapi juga bisa bersaing di panggung internasional.

Akankah ESL Challenge Final menjadi awal kebangkitan MPL ID di 2025? Mampukah mereka menandingi Filipina dan kembali merebut kejayaan? Kita nantikan jawabannya dalam turnamen ini.

Blunder Fatal EVOS Holy: Keunggulan yang Terbuang di ESL Challenge Final

Kesalahan kecil bisa berakibat besar, dan EVOS Holy membuktikan hal itu di ESL Challenge Final. Setelah tampil gemilang dan memberikan harapan besar bagi para pendukungnya, satu kesalahan tak terduga membuat mereka harus kehilangan kemenangan yang seharusnya sudah di tangan.

EVOS Holy berlaga di Grup B dengan roster terbaru mereka, di mana Kyy menjalani debut bersama Albert, Regi, Depezet, dan Erlan. Mereka memulai perjalanan dengan kemenangan dramatis atas RRQ Hoshi 2-1 di laga pembuka, namun ujian sesungguhnya datang di pertandingan kedua melawan Falcons PH.

Pada awalnya, EVOS tampil luar biasa. Mereka berhasil mengamankan game pertama dan bahkan unggul di game kedua serta ketiga. Namun, Falcons PH menunjukkan kelasnya dengan melakukan comeback yang luar biasa. Puncak dari drama ini terjadi di game ketiga, saat EVOS sebenarnya sudah unggul jauh dan berada di ambang kemenangan.

Kesalahan krusial terjadi ketika EVOS mencoba mengakhiri permainan dengan cepat. Saat Lord muncul, mereka seharusnya fokus pada set-up objektif. Namun, kehadiran Phew dengan Aurora membuat mereka kehilangan fokus. Kelima pemain EVOS langsung mengejar Phew yang sudah terisolasi dan tak memiliki Flicker. Sayangnya, keputusan ini menjadi bumerang.

Falcons PH memanfaatkan momentum tersebut dengan melakukan counter-attack dari berbagai arah. EVOS yang terlalu berkumpul di area bawah justru terperangkap dalam skema lawan. Erlan menjadi target utama, dan setelah ia tumbang, satu per satu pemain EVOS pun ikut tereliminasi. Falcons PH tanpa bantuan Lord berhasil melakukan straight push di mid lane dan menutup pertandingan dengan kemenangan.

Branz, dalam analisisnya, menyoroti blunder EVOS ini. Menurutnya, tidak perlu lima pemain mengejar satu target yang sudah terisolasi, karena hal itu membuat mereka kehilangan kontrol area yang lebih penting.

“Aurora sudah tertangkap dan tak punya Flicker, tapi EVOS malah all-in dengan lima pemain. Seharusnya cukup dua orang saja yang mengejar, sementara yang lain tetap mengamankan posisi,” ujar Branz. “Itu kesalahan eksekusi yang fatal. Kalau dilakukan dengan benar, EVOS bisa tetap unggul dalam set-up Lord.”

Blunder ini menjadi pelajaran berharga bagi EVOS Holy. Jika ingin bersaing di tingkat internasional, mereka harus lebih disiplin dan tidak terburu-buru mengambil keputusan. Masih ada kesempatan untuk bangkit di ESL Challenge Final, dan kini semua mata tertuju pada bagaimana EVOS memperbaiki kesalahannya di pertandingan berikutnya.